Skip to main content

Posts

  Love Language ala NLP Arsa Danialsa Istilah love language pasti tidak asing lagi di telinga kita semua. Yap, sebuah konsep yang dikenalkan oleh Dr. Gary Chapman pada tahun 90an ini, meskipun telah berlalu lebih dari 20 tahun, faktanya konsep ini masih relevan dengan kondisi sekarang. Belum lagi saat ini istilah love language sedang trend di kalangan anak muda.  Words of affirmation, quality time, receiving gifts, acts of service, and physical touch.  Lima bahasa cinta yang mulai bertebaran di banyak media sosial pun ruang-ruang obrolan anak muda. Lalu apa menariknya konsep ini? Yuk kita bahas singkat: Pertama , orang yang love language -nya word of affirmation adalah mereka yang senang dengan apresiasi dalam bentuk kata-kata seperti pujian atau bahkan hal receh seperti gombalan. Kedua , mereka dengan  love language quality time , adalah orang-orang yang berorientasi pada kualitas waktu yang dihabiskan bersama. Saat sedang bersama, mereka paling anti dengan distraksi apa pun itu t
Recent posts

Tayangan Layangan Putus Bisa Jadi Kenyataan Dalam Hidup Kamu! Kok bisa?

Menonton itu adalah bentuk stimulus visual secara eksternal bagi seseorang. Ada orang yang melakukan aktivitas menonton untuk membangkitkan beragam emosi dalam diri mereka, meskipun tidak sedikit karena hobi. Tetapi tetap saja outcome -nya bakalan kena emosi juga. Let say ketika kamu kehilangan motivasi, jika sub modalitas kamu adalah visual, maka menonton adalah salah satu cara paling ampuh untuk ngebangkitin emosi semangat dari unconscious mind kamu.  Sebelum saya ngegalih lebih  teknis lagi mengenai fenomena menonton ini (khususnya tayangan Layangan Putus yang saat ini menjadi trending topik di semua kalangan apalagi perempuan), saya mau ngasih tahu dari sudut pandang NLP ( Neuro Linguistic Programming ) mengenai cara kerja pikiran manusia, the law of attraction  dan bagaimana semua itu bisa menjadi kenyataan.  Manusia punya dua alam berpikir, conscious mind (pikiran sadar) and anconsious mind (pikiran bawah sadar). Antara conscious mind dan anconsious mind ada pembatas yang d
The Power of Mindset Arsa Danialsa “Perhatikan apa yang kita pikirkan, karena itu akan keluar menjadi ucapan, menjadi kata-kata. Perhatikan apa yang kita katakan, karena itu akan keluar menjadi actions , tindakan. Perhatikan apa yang kita lakukan, karena ketika itu diulang-ulang maka akan menjadi kebiasaan (habits). Perhatikan apa yang menjadi kebiasaan kita mulai dari melek mata sampai merem mata, karena itu akan menjadi karakter. Perhatikan karakter kita karena demikian nasib kita” Margaret Tatcher. Jika kita memaknai kalimat di atas secara detail, ada pesan luar biasa yang dapat kita ambil dan dijadikan sebagai pelajaran hidup. Sebuah rahasia besar yang ada di sekitar kita tetapi tidak kita sadari. Ya, kalimat tersebut berkenaan dengan mindset atau pola pikir. Secara gampang kita menyebut mindset dengan pola pikir. Memang secara terminologi, para tokoh atau pakar mendefinisikan mindset dengan penjelasan atau bahasa-bahasa yang rumit tetapi arah pemaknaannya tetap sa
Bagi yang belum tahu, ini penjelasannya: pro kontra memperlihatkan berapa yang positif covid19 dan berapa yang meninggal Arsa Danialsa sumber gambar: UB Embassy, Jakarta Tidak sedikit yang menganggap bahwa jumlah yang positif dan meninggal sebenarnya tidak perlu diperlihatkan. Kita seharusnya menyebarkan informasi kehidupan dan harapan bagi banyak orang yaitu dengan memperlihatkan berapa banyak yang berhasil sembuh atau hidup dari covid19 ini. Alasannya, supaya orang-orang termotivasi untuk berjuang melawan penyakit ini--agar orang-orang tetap bahagia pun agar pikiran orang-orang tidak dikotori dengan adanya informasi kematian. Saya pikir itu bukan pendapat yang salah. Tetapi tidak semua orang memiliki pemikiran yang sama. Masing-masing orang punya program yang berbeda atau punya jenis motivasi yang berbeda. Dalam NLP ini dibahas mungkin juga/bisa jadi ilmu ini juga dibahas di dunia psikologi bahwa manusia memiliki jenis motivasi mendekati dan menjauhi. (Referensi
Sumber Foto: jenzabar.com “PR” Sumber Daya Mahasiswa Sebuah realitas klasik kerap kali kita temui di lingkungan universitas. Bagaimana tidak, kebanyakan mahasiswa bahkan mayoritas mahasiswa cenderung memiliki tujuan yang keliru dalam perkuliahan. Lebih dari 50 persen mahasiswa menargetkan kuliah hanya untuk lulus, setelah itu dapat ijazah dan kemudian bekerja. Prihatinnya lagi aktivitas kuliahnya hanya sebatas kampus-indekos/rumah-kampus-indekos/rumah saja.   Faktanya saat ini mahasiswa begitu mendewakan sebuah "ANGKA" di atas kertas yang bahkan dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan dalam dunia pendidikan. Asalkan IPK-nya tinggi berarti aman-aman saja. Anggapannya bahwa IPK tinggi sudah menjadi harapan kebanyakan perusahaan ataupun tempat-tempat yang menawarkan pekerjaan lainnya. Sebenarnya yang terjadi adalah ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan. Harapannya IPK tinggi adalah satu-satunya kekuatan untuk berkarier, kenyataannya bahwa IPK tinggi buka
S(U)AMPAH MAHASISWA "Mereka tidak punya kesadaran tapi seolah-olah sadar," Samsi Pomalingo. Sebuah tanda ketidakharmonisan antara kata-kata dan perilaku. Di lain situasi mereka yang sering tampil di permukaan podium atau bahkan bermain kata di atas media, mengaku sebagai orang yang beradab dan bermoral, tetapi fenomena menjawab terbalik, sebuah kekeliruan berpikir kerap kali menjadi kelalaian orang-orang yang berkepala dingin. Bagaimana tidak, mahasiswa yang begitu identik dengan gelar agent of change seolah tidak peduli dengan hal-hal kecil yang memiliki dampak besar di masa yang akan datang. Gambar di atas tulisan ini, menjadi salah satu contoh sederhana yang bisa saya tunjukkan dan tidak bermaksud menyinggung tapi marilah kita sama-sama tersinggung. Bicara perihal adab dan moral sudah semestinya kita luruskan. Bahwa memerhatikan hal-hal yang besar dan mengabaikan hal-hal yang kecil justru adalah kekeliruan dalam berpikir. Mahasiswa yang bermoral tentu mengerti
Esensi Merunduk Sebuah fakta baru kembali menggetarkan nalar para pemerhati pengetahuan khususnya di bidang literasi. Hal mana berdasarkan data yang dikeluarkan oleh World Bank dalam dokumentasi publikasi Indonesia Economic Quarterly , Juni 2018 menyatakan bahwa 55 persen masyarakat Indonesia mengalami buta huruf fungsional, tidak terkecuali para mahasiswa. Fenomena yang banyak kita temukan di lingkungan universitas bahwa tidak sedikit mahasiswa yang memiliki kebiasaan copy paste, sehingga kebiasaan plagiarisme tidak dapat dihindarkan. Berkenaan dengan fakta di atas, sebuah kebiasaan unik yang sudah menjadi kultur di lingkungan mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo dan mungkin juga di kampus-kampus besar lainnya, yaitu perintah "MERUNDUK" oleh senior kepada mahasiswa baru. Sebuah perintah yang hukumnya fardu ain untuk dilaksanakan. Beberapa senior mengklaim bahwa itu sudah menjadi kebiasaan di masa orientasi mahasiswa, ada juga yang berpendapat bahwa perintah