Skip to main content

The Power of Mindset
Arsa Danialsa

The Power of the Growth Mindset - Train Ugly

“Perhatikan apa yang kita pikirkan, karena itu akan keluar menjadi ucapan, menjadi kata-kata. Perhatikan apa yang kita katakan, karena itu akan keluar menjadi actions, tindakan. Perhatikan apa yang kita lakukan, karena ketika itu diulang-ulang maka akan menjadi kebiasaan (habits). Perhatikan apa yang menjadi kebiasaan kita mulai dari melek mata sampai merem mata, karena itu akan menjadi karakter. Perhatikan karakter kita karena demikian nasib kita” Margaret Tatcher.

Jika kita memaknai kalimat di atas secara detail, ada pesan luar biasa yang dapat kita ambil dan dijadikan sebagai pelajaran hidup. Sebuah rahasia besar yang ada di sekitar kita tetapi tidak kita sadari. Ya, kalimat tersebut berkenaan dengan mindset atau pola pikir. Secara gampang kita menyebut mindset dengan pola pikir. Memang secara terminologi, para tokoh atau pakar mendefinisikan mindset dengan penjelasan atau bahasa-bahasa yang rumit tetapi arah pemaknaannya tetap saja menuju kepada cara berpikir atau pola pikir.
Bicara mengenai mindset, sebenarnya banyak teori yang menjelaskan secara detail dan menyeluruh. Tetapi saya hanya akan membagikan ilmu mengenai pola pikir ini dengan jelas dan lugas. Tidak berorientasi pada pandangan teoretis atau bahkan ilmiah.

Perlu kita ketahui ada dua jenis mindset yang dimiliki manusia pada umumnya. Fixed mindset dan growth mindset. Fixed mindset (pola pikir tetap) dan growth mindset (pola pikir berkembang) merupakan jenis pola pikir yang tidak bisa lepas dari karakter atau perilaku setiap orang. Jika membahas mengenai mindset tetap, orang yang memiliki pola pikir tetap ini cenderung menganggap bahwa segala potensi dan pemikiran yang dimiliki sudah menjadi sebuah ketentuan sejak lahir yang dipengaruhi oleh faktor gen dari orang tua sehingga tidak bisa diubah. Sementara mereka dengan growth mindset atau mindset berkembang menganggap bahwa segala situasi dan pemikiran yang mereka miliki bersifat fleksibel atau bisa saja diubah.

Sebenarnya, mindset itu bisa diubah atau dibentuk. Dengan cara apa? Saya ingin memberikan kunci yang saya simpulkan berdasarkan pengalaman dan ilmu yang saya pelajari baik dari buku maupun mentor saya. 

Pertama, kita harus mencari figur otoritas. Siapa yang biasanya kita dengarkan pendapatnya, mereka yang bisa kita jadikan sebagai figur otoritas untuk memengaruhi pola pikir kita. Mintalah nasihat kepada mereka, pelajari pola hidup mereka dan lain sebagainya. Figur otoritas ini boleh jadi orang tua sendiri, tokoh idola, artis, youtuber, selebgram, dan siapapun dia yang kita anggap sebagai orang atau sesuatu yang berpengaruh dalam hidup kita.

Kedua, kita harus membentuk persepsi yang positif. Jangan terburu-buru untuk mengambil sebuah kesimpulan atas kondisi yang boleh jadi memberatkan hidup kita, masalah atau apapun itu yang membuat kita merasa gagal. Setiap masalah adalah pelajaran terbaik untuk menjadi hebat dan bijak dalam mengambil keputusan. Setiap hari kita membiasakan untuk berpikiran positif dan lakukan yang disebut dengan repetisi.

Repetisi atau pengulangan masuk pada poin ketiga untuk membentuk mindset kita. Kita harus memasukan informasi-informasi positif atau kalimat afirmasi dalam pikiran kita setiap bangun tidur dan ketika akan tidur lagi. Contoh kalimat yang saya maksud seperti: saya kuat; saya optimis; saya sehat; saya pasti sukses dan; lain sebagainya. Repetisi ini sangat penting, karena perlu kita ketahui bahwa alam berpikir manusia terbagi dua, yakni alam sadar dan alam bawah sadar. Alam sadar bisa disebut sebagai tempatnya memori jangka pendek dan pintu masuknya segala informasi yang sifatnya sementara, alam bawah sadar merupakan tempat memori jangka panjang pun sebagai unlimited memori atau tempat tersimpannya segala informasi atau pengalaman yang kita alami selama hidup kita. Di alam bawah sadar juga merupakan tempatnya keyakinan, kepercayaan, motivasi, nilai, dan mindset kita berada. Di antara alam sadar dan alam bawah sadar terdapat sebuah pembatas atau yang disebut dengan critical area yang berfungsi sebagai filter dan security system. Tidak semua informasi yang diterima alam sadar bisa masuk ke alam bawah sadar, karena bisa jadi critical area kita menolaknya karena tidak sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan yang kita miliki. Salah satu kunci untuk memasukan informasi ke alam bawah sadar adalah dengan melakukan atau mempraktikkan repetisi tadi supaya critical area dapat terbuka dan informasi itu bisa masuk ke dalam alam bawah sadar.

Keempat, lakukan identifikasi kelompok. Mulailah memilih dan memilah siapa teman bermain kita. Organisasi apa yang kita ikuti, buku apa yang kita baca dan pengikut atau konten seperti apa yang kita ikuti di media sosial kita. Ingatlah ini, jika kamu berteman dengan penjual parfum maka kamu akan sedikitnya ikut wangi juga. Maka seperti apa lingkungan kita cukup penting untuk memengaruhi masa depan kita.

Terakhir, adalah relaksasi. Jika kita mengalami stres, galau dan hal-hal yang memberatkan hidup, cobalah untuk relaksasi sejenak. Renungi apa saja yang telah kita lakukan selama ini. Boleh kita menentukan jadwal relaksasi agar lebih terkontrol. Relaksasi memiliki peran penting atas kualitas pikiran kita, sehingga cukup penting untuk membentuk mindset kita secara maksimal dalam waktu yang sangat kita harapkan.
Sekian,
Salam hangat
Danialsa

Comments

Popular posts from this blog

Esensi Merunduk Sebuah fakta baru kembali menggetarkan nalar para pemerhati pengetahuan khususnya di bidang literasi. Hal mana berdasarkan data yang dikeluarkan oleh World Bank dalam dokumentasi publikasi Indonesia Economic Quarterly , Juni 2018 menyatakan bahwa 55 persen masyarakat Indonesia mengalami buta huruf fungsional, tidak terkecuali para mahasiswa. Fenomena yang banyak kita temukan di lingkungan universitas bahwa tidak sedikit mahasiswa yang memiliki kebiasaan copy paste, sehingga kebiasaan plagiarisme tidak dapat dihindarkan. Berkenaan dengan fakta di atas, sebuah kebiasaan unik yang sudah menjadi kultur di lingkungan mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo dan mungkin juga di kampus-kampus besar lainnya, yaitu perintah "MERUNDUK" oleh senior kepada mahasiswa baru. Sebuah perintah yang hukumnya fardu ain untuk dilaksanakan. Beberapa senior mengklaim bahwa itu sudah menjadi kebiasaan di masa orientasi mahasiswa, ada juga yang berpendapat bahwa perintah
  Love Language ala NLP Arsa Danialsa Istilah love language pasti tidak asing lagi di telinga kita semua. Yap, sebuah konsep yang dikenalkan oleh Dr. Gary Chapman pada tahun 90an ini, meskipun telah berlalu lebih dari 20 tahun, faktanya konsep ini masih relevan dengan kondisi sekarang. Belum lagi saat ini istilah love language sedang trend di kalangan anak muda.  Words of affirmation, quality time, receiving gifts, acts of service, and physical touch.  Lima bahasa cinta yang mulai bertebaran di banyak media sosial pun ruang-ruang obrolan anak muda. Lalu apa menariknya konsep ini? Yuk kita bahas singkat: Pertama , orang yang love language -nya word of affirmation adalah mereka yang senang dengan apresiasi dalam bentuk kata-kata seperti pujian atau bahkan hal receh seperti gombalan. Kedua , mereka dengan  love language quality time , adalah orang-orang yang berorientasi pada kualitas waktu yang dihabiskan bersama. Saat sedang bersama, mereka paling anti dengan distraksi apa pun itu t
S(U)AMPAH MAHASISWA "Mereka tidak punya kesadaran tapi seolah-olah sadar," Samsi Pomalingo. Sebuah tanda ketidakharmonisan antara kata-kata dan perilaku. Di lain situasi mereka yang sering tampil di permukaan podium atau bahkan bermain kata di atas media, mengaku sebagai orang yang beradab dan bermoral, tetapi fenomena menjawab terbalik, sebuah kekeliruan berpikir kerap kali menjadi kelalaian orang-orang yang berkepala dingin. Bagaimana tidak, mahasiswa yang begitu identik dengan gelar agent of change seolah tidak peduli dengan hal-hal kecil yang memiliki dampak besar di masa yang akan datang. Gambar di atas tulisan ini, menjadi salah satu contoh sederhana yang bisa saya tunjukkan dan tidak bermaksud menyinggung tapi marilah kita sama-sama tersinggung. Bicara perihal adab dan moral sudah semestinya kita luruskan. Bahwa memerhatikan hal-hal yang besar dan mengabaikan hal-hal yang kecil justru adalah kekeliruan dalam berpikir. Mahasiswa yang bermoral tentu mengerti