S(U)AMPAH MAHASISWA
"Mereka tidak punya kesadaran tapi seolah-olah sadar,"
Samsi Pomalingo. Sebuah tanda ketidakharmonisan antara kata-kata dan perilaku.
Di lain situasi mereka yang sering tampil di permukaan podium atau bahkan
bermain kata di atas media, mengaku sebagai orang yang beradab dan bermoral,
tetapi fenomena menjawab terbalik, sebuah kekeliruan berpikir kerap kali
menjadi kelalaian orang-orang yang berkepala dingin. Bagaimana tidak, mahasiswa
yang begitu identik dengan gelar agent of
change seolah tidak peduli dengan hal-hal kecil yang memiliki dampak besar
di masa yang akan datang.
Gambar di atas tulisan ini, menjadi salah satu contoh
sederhana yang bisa saya tunjukkan dan tidak bermaksud menyinggung tapi marilah
kita sama-sama tersinggung. Bicara perihal adab dan moral sudah semestinya kita
luruskan. Bahwa memerhatikan hal-hal yang besar dan mengabaikan hal-hal yang
kecil justru adalah kekeliruan dalam berpikir. Mahasiswa yang bermoral tentu
mengerti bagaimana memperjuangkan sebuah kebaikan dan bagaimana memerangi
sebuah keburukan.
Fakta yang terjadi, kebanyakan mahasiswa seperti telah
terpenjara pada sikap fanatisme sebuah pergerakan. Mahasiswa cenderung terperangkap
dengan pergerakan masa lalu dan sangat disayangkan pula terjadi DISORIENTASI
terhadap cara berpikir mereka. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Nampaknya
mengarah pada kultur yang diabadikan dan dijadikan kiblat dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Mereka mengaku sebagai agent
of change tetapi mereka sendiri tidak peka terhadap perubahan yang terjadi.
Akibatnya, kecacatan moral pun tidak bisa dihindari.
Setiap berganti generasi, di sudut-sudut kampus selalu
bergetar akibat teriakan mahasiswa yang lantang keras menyebutkan “SUMPAH
MAHASISWA”, bahkan dengan tidak hati-hati dan tidak adanya keyakinan, SUMPAH
itu hanya menjadi seperti halnya "kalimat" wajib yang harus diteriakkan
oleh para mahasiswa baru setiap tahunnya. Namun pada implementasinya, keseharian
nya cenderung bertentangan dengan sumpah yang bisa dikata tidak main-main itu.
Boleh jadi mahasiswa-mahasiswa seperti ini dengan sangat menyesal harus saya
katakan sebagai "SAMPAH" akademik. Lagi-lagi saya harus menegaskan
janganlah tersinggung tetapi marilah kita sama-sama tersinggung. Itulah
filosofi sederhana dari judul tulisan ini. Tidak membahas jauh perihal gambar “SAMPAH”
di atas, tetapi menunjukkan sikap atau perilaku yang sekali lagi dengan sangat
menyesal saya katakan sebagai perilaku “SAMPAH”.
Jika mereka dan kita semua tidak lekas sadar,
dikhawatirkan sepuluh hingga dua puluh tahun mendatang bonus demografi tidak
akan menghasilkan generasi-generasi yang produktif melainkan generasi yang
individualistis dan apatis. Ada dua kemungkinan pasti akan terjadi, generasi
yang orang sebut sebagai millennial apakah mayoritasnya akan membawa perubahan
atau malah kekacauan. Tentu kita wajib optimis, tetapi jika melihat sikap
mahasiswa yang teramat cuek dan bisa saja disebut sebagai "Mahasiswa
Perusuh" maka hanya akan menggagalkan substansi dari sebutan agent of change itu sendiri.
Arsa Danialsa_
Comments
Post a Comment