Sumber Foto: jenzabar.com
“PR” Sumber Daya
Mahasiswa
Sebuah realitas klasik kerap kali kita temui di
lingkungan universitas. Bagaimana tidak, kebanyakan mahasiswa bahkan mayoritas
mahasiswa cenderung memiliki tujuan yang keliru dalam perkuliahan. Lebih dari
50 persen mahasiswa menargetkan kuliah hanya untuk lulus, setelah itu dapat
ijazah dan kemudian bekerja. Prihatinnya lagi aktivitas kuliahnya hanya sebatas
kampus-indekos/rumah-kampus-indekos/rumah saja.
Faktanya saat ini mahasiswa begitu mendewakan sebuah
"ANGKA" di atas kertas yang bahkan dijadikan sebagai tolok ukur
keberhasilan dalam dunia pendidikan. Asalkan IPK-nya tinggi berarti aman-aman
saja. Anggapannya bahwa IPK tinggi sudah menjadi harapan kebanyakan perusahaan
ataupun tempat-tempat yang menawarkan pekerjaan lainnya. Sebenarnya yang
terjadi adalah ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan. Harapannya IPK
tinggi adalah satu-satunya kekuatan untuk berkarier, kenyataannya bahwa IPK
tinggi bukan satu-satunya yang harus dimiliki oleh mahasiswa dan IPK tinggi
bukan satu-satunya yang diharapkan oleh perusahaan atau dunia pekerjaan.
Terlebih lagi saat ini kita sedang berada di dunia yang serba terbuka. Dunia
yang serba canggih, pekerjaan manusia mulai dikerjakan oleh mesin-mesin
sehingga kita dipaksa untuk menjadi kreatif dan memiliki keterampilan yang
mumpuni di bidangnya. Jika tidak, kita hanya akan menjadi sampah yang dibuang
oleh universitas itu sendiri.
Mahasiswa yang orientasinya hanyalah IPK, cenderung
mengusahakan semaksimal mungkin untuk lulus secepat-cepatnya. Tidak peduli
bagaimana kualitas skripsi yang diselesaikan, tidak peduli bagaimana kualitas
diri yang dihasilkan, asalkan lulus dengan waktu yang singkat sudah cukup untuk
menjadi modal dalam bekerja nanti. Dipikirnya dengan IPK tinggi dan waktu
kuliah yang sebentar dapat memenuhi kriteria yang ditawarkan oleh
perusahaan-perusahaan besar dalam merekrut karyawannya. Padahal, kualitas
mahasiswa atau sarjana tidak ditentukan oleh angka yang ada pada selembar
kertas atau ijazah.
Jika ditelusuri jauh lebih substansial lagi, apakah anda
sebagai mahasiswa punya pencapaian dalam berorganisasi? Sejauh mana prestasi
yang anda peroleh selama berkuliah? Sewaktu kuliah apakah anda pernah mengikuti
seminar nasional atau bahkan internasional? Apakah anda pernah mengikuti dan
memenangkan event atau lomba lokal, nasional, bahkan internasional? Apakah anda
pernah mengikuti konferensi internasional? Apakah anda sudah menerbitkan
jurnal, buku, dan karya tulis lainnya? Apakah anda pernah menulis di koran,
ataupun media masa lainnya? Apakah anda pernah melakukan kolaborasi penelitian
dengan dosen? Apakah anda pernah dipercayakan sebagai asisten dosen? Apakah nilai
TOEFL anda memenuhi kriteria? Apakah skill
atau keterampilan anda sudah cukup baik? Apakah anda memiliki seorang mentor? Jika anda telah melalui semuanya, dan
mampu menjawab semua pertanyaan di atas dengan jawaban “YA” maka anda layak
menyandang gelar sebagai sarjana yang kompeten dan berhasil. Bahkan bukan tidak
mungkin, mental yang anda miliki bukan lagi mental pencari kerja tetapi anda
justru akan menciptakan lapangan pekerjaan hanya dengan bermodalkan semua
pengalaman dan keterampilan yang anda miliki. Tetapi, bagaimana jika semua
pertanyaan yang diberikan di atas tidak ada satupun yang mampu anda jawab
karena faktanya anda hanya tergolong mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang, kuliah
pulang) atau mahasiswa kura-kura (kuliah rapat, kuliah rapat), maka anda tidak
layak dikatakan mahasiswa yang berkompeten. Mahasiswa biasa? Iya. Anda hanya
akan menjadi sarjana seperti kebanyakan orang pada umumnya.
Jadi apa yang seharusnya anda (sebagai kaum intelektual)
perlu lakukan? Jika anda adalah mahasiswa baru yang belum begitu lama
menginjakkan kaki di universitas atau perguruan tinggi, bersyukurlah jika anda
sempat membaca tulisan ini. Namun jika anda merupakan mahasiswa lama yang bisa
dikatakan baru saja sadar dengan kekejaman dunia pasca kuliah, maka anda juga
patut bersyukur telah membaca tulisan ini.
Jika kebanyakan orang hebat di luar sana selalu
menawarkan tips klasik untuk menjadi mahasiswa yang berhasil, maka saya hanya
akan memberikan dua hal kepada anda yang saya sebut sebagai "PR". Anda
mungkin akan berpikiran bahwa "PR" yang dimaksud ialah "Pekerjaan
Rumah", hal mana itu merupakan akronim klasik yang sering digunakan di
bangku sekolah. "PR" yang saya maksudkan ialah Passion dan Relation. Dua
hal penting yang harus dimiliki dan dilakukan oleh mahasiswa. Passion dimaksudkan untuk memantik skill atau keahlian yang anda miliki,
sementara Relation berkenaan dengan
akses dan jembatan untuk mencapai target capaian anda agar bisa sampai pada
titik berhasil.
Banyak mahasiswa sangat disayangkan sampai detik-detik
terakhir perkuliahannya belum juga menemukan passion dirinya, dan parahnya lagi pun tidak memiliki relation yang luas baik pertemanan atau
bahkan orang-orang penting yang dapat memberikan efek sukses untuk dirinya sendiri. Keberhasilan kita jelas adanya ditentukan oleh diri kita sendiri,
namun kehadiran orang lain turut diperhitungkan untuk menjembatani perjalanan
menuju sukses tersebut.
Passion dan Relation
bukan satu-satunya pintu untuk menuju mahasiswa yang berhasil, bahwa sebenarnya
"PR" adalah pintu pertama dibalik pintu-pintu lainnya yang harus anda
buka. "PR" adalah pintu besar di antara pintu-pintu kecil lainnya
yang harus anda masuki. Karena di balik pintu itu terdapat hal-hal tak terduga
yang akan anda jumpai sebagai hadiah atas proses lelah yang telah kalian lalui.
Sampai jumpa di tulisan berikutnya.
Arsa Danialsa
Penulis buku selft development mahasiswa (Kompas Mahasiswa, Jendela
Mahasiswa dan Zona Mahasiswa)
Comments
Post a Comment