Skip to main content
Kapitalisme VS Budaya Tidur Siang
Oleh: Arsa Danialsa
(Aktivis Literasi Gorontalo dan Kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia)
Saat membaca judul di atas, saya meyakini bahwa mereka yang gemar membaca buku kiri pasti tidak begitu asing dengan istilah ‘kapitalisme’. Istilah tersebut begitu dekat dengan Marx atau Marxisme. Namun pada tulisan ini saya tidak membahas perihal teori Marx atau Marxisme, karena akan panjang dan berat pula dampak yang ditimbulkan jika kita salah menafsirkan perspektif yang demikian klasik bagi kehidupan perekonomian manusia. Sebab masing-masing kepala memiliki pandangan yang berbeda-beda perihal kapitalisme tersebut.

Dalam rentetan sejarah yang teramat panjang, dijelaskan dalam buku Karl Marx yang berjudul CAPITAL A Critique of Political Economy (1992: xi) Konsep kuncinya ialah “kapitalisasi dari (sebagian) nilai-lebih dan reproduksi yang diperluas.” Dalam artian yang sebenarnya, demi pertumbuhan ekonomi yang lebih meluas oleh kaum kapitalis menegaskan bahwa yang dimaksud dari nilai-lebih ataupun sebagian hasil produksi yang dirampas dari para pekerja harus dimanfaatkan dengan seproduktif mungkin. Terlebih lagi barang-barang konsumtif yang bersifat mewah dan hanya diperuntukkan kepada kelas penguasa atau kelas atas beserta pengikutnya.
Seiring perubahan zaman, dunia telah banyak melewati berbagai fase di bidang perindustrian. Hal mana perubahan yang terjadi juga memengaruhi gelombang perekonomian dunia termasuk Indonesia. Terkait kapitalisme yang dimaksud, terlalu jauh jika zona pembahasan kita ialah Indonesia atau bahkan dunia. Mari kita persempit bicara perihal Gorontalo. Dampak kapitalisme yang telah ada sejak beberapa abad silam telah menjamur ke seluruh penjuru dunia termasuk Gorontalo. Pada kenyataannya, masyarakat Gorontalo yang bisa dibilang masuk dalam teori Marx yaitu ‘kelas penguasa atau kaum atas’ menjadi penganut ‘kapitalisme’ secara sadar maupun tidak, dampaknya sudah terlihat jelas di tengah-tengah kita. Sebagai contoh, Gorontalo awalnya merupakan daerah yang dipenuhi oleh toko-toko kecil atau warung-warung tradisional. Namun, kehadiran minimarket waralaba seperti Alfamart atau Indomaret menyebabkan tutupnya beberapa toko-toko kecil dan warung-warung tradisional di beberapa titik yang ada di Gorontalo.
Alasannyapun bermacam-macam. Dari segi kenyamanan, dua pasar modern yang tersebutkan di atas jauh lebih nyaman dibandingkan toko kecil atau warung tradisional. Tidak hanya itu, kebersihan juga menjadi salah satu faktor yang cukup memengaruhi minat konsumen atau pembeli dalam melakukan transaksi jual beli. Kualitas pelayananpun sangat jauh berbeda, serta beberapa alasan lainnya yang ikut memengaruhi tutupnya toko kecil dan warung tradisional tersebut.
Kehadiran minimarket waralaba di Gorontalo jelas memberi dampak positif dan juga dampak negatif bagi masyarakat di dalamnya. Dalam Djohan (2015) dijelaskan bahwa dampak positifnya ialah adanya pertumbuhan ekonomi yang begitu cepat dan meluas serta menciptakan investasi perekonomian di Gorontalo. Meskipun di sisi lain berdampak negatif pada toko-toko kecil atau warung-warung tradisional seperti tersebutkan di atas. Sehingga masyarakatnya harus melakukan penyesuaian besar-besaran untuk mempertahankan usaha-usaha yang telah mereka bangun sejak lama.
Dalam kondisi yang tidak stabil ini, seharusnya menjadi dorongan keras untuk membangkitkan kesadaran masyarakat Gorontalo. Terutama bagi para pelaku UMKM atau pedagang-pedagang kecil yang ada di Gorontalo untuk lebih kritis dalam menghadapi perubahan serta berpikir kreatif dalam menghadapi persaingan yang sedemikian rumitnya.
Hal menarik yang seharusnya perlu dibicarakan tidak hanya dalam tulisan ini, pun dikehidupan nyata. Bahwa di Gorontalo ada budaya yang sudah lama menjadi tradisi bagi masyarakatnya, yaitu ‘budaya tidur siang’. Mungkin budaya tidur siang sudah ada di Indonesia sejak masa penjajahan. Hingga kini budaya tidur siang masih menjadi kebiasaan bagi masyarakat Gorontalo.
Kemudian, apa sebabnya budaya tidur siang ini menjadi penting untuk dibicarakan? Lalu apa hubungannya dengan kapitalisme? Budaya tidur siang merupakan kebiasaan buruk yang bisa dikatakan amat sulit untuk dihilangkan, kecuali dalam kondisi yang terpaksa. Padahal, pengaruh tidur siang ini sangat berdampak pada kegiatan ekonomi yang ada di masyarakat itu sendiri. Di siang hari ada banyak pelanggan atau konsumen yang lalu lalang menjalankan aktivitas dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga budaya tidur siang ini menjadi cela bagi kaum kapitalis untuk memegang penuh garis perekonomian yang ada di Gorontalo. Bahkan sejumlah minimarket modern yang ada di Gorontalo memanfaatkan strategi dengan membuka minimarketnya selama 24 jam. Sementara toko-toko kecil atau warung-warung tradisional istirahat untuk tidur siang. Mereka tidak sadar bahwa mereka sendiri yang telah mematikan pergerakan ekonomi dari toko-toko atau warung tradisional yang telah mereka bangun tersebut.

Satu hal yang tidak diketahui masyarakat jika kita bicara mengenai kapitalisme, ialah hadirnya para kaum kapitalis yang secara gila-gilaan menciptaan kekayaan lebih banyak dari kekayaan yang sebelumnya bahkan di luar dari kebutuhan yang sebenarnya. Oleh karena proses perekonomian kapitalis yang amat mengerikan bagi rakyat kecil yang tidak begitu produktif, sehingga ini menjadi ancaman terhadap kondisi ekonomi masyarakatnya. Terlebih lagi masyarakat yang masih mengutamakan budaya tidur siang di atas kepentingan ekonomi. Sehingga mau tidak mau, suka tidak suka, pelaku kapitalisme akan terus menjadi ancaman serius terhadap perekonomian masyarakat di bawahnya.

Comments

Popular posts from this blog

Esensi Merunduk Sebuah fakta baru kembali menggetarkan nalar para pemerhati pengetahuan khususnya di bidang literasi. Hal mana berdasarkan data yang dikeluarkan oleh World Bank dalam dokumentasi publikasi Indonesia Economic Quarterly , Juni 2018 menyatakan bahwa 55 persen masyarakat Indonesia mengalami buta huruf fungsional, tidak terkecuali para mahasiswa. Fenomena yang banyak kita temukan di lingkungan universitas bahwa tidak sedikit mahasiswa yang memiliki kebiasaan copy paste, sehingga kebiasaan plagiarisme tidak dapat dihindarkan. Berkenaan dengan fakta di atas, sebuah kebiasaan unik yang sudah menjadi kultur di lingkungan mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo dan mungkin juga di kampus-kampus besar lainnya, yaitu perintah "MERUNDUK" oleh senior kepada mahasiswa baru. Sebuah perintah yang hukumnya fardu ain untuk dilaksanakan. Beberapa senior mengklaim bahwa itu sudah menjadi kebiasaan di masa orientasi mahasiswa, ada juga yang berpendapat bahwa perintah
  Love Language ala NLP Arsa Danialsa Istilah love language pasti tidak asing lagi di telinga kita semua. Yap, sebuah konsep yang dikenalkan oleh Dr. Gary Chapman pada tahun 90an ini, meskipun telah berlalu lebih dari 20 tahun, faktanya konsep ini masih relevan dengan kondisi sekarang. Belum lagi saat ini istilah love language sedang trend di kalangan anak muda.  Words of affirmation, quality time, receiving gifts, acts of service, and physical touch.  Lima bahasa cinta yang mulai bertebaran di banyak media sosial pun ruang-ruang obrolan anak muda. Lalu apa menariknya konsep ini? Yuk kita bahas singkat: Pertama , orang yang love language -nya word of affirmation adalah mereka yang senang dengan apresiasi dalam bentuk kata-kata seperti pujian atau bahkan hal receh seperti gombalan. Kedua , mereka dengan  love language quality time , adalah orang-orang yang berorientasi pada kualitas waktu yang dihabiskan bersama. Saat sedang bersama, mereka paling anti dengan distraksi apa pun itu t
S(U)AMPAH MAHASISWA "Mereka tidak punya kesadaran tapi seolah-olah sadar," Samsi Pomalingo. Sebuah tanda ketidakharmonisan antara kata-kata dan perilaku. Di lain situasi mereka yang sering tampil di permukaan podium atau bahkan bermain kata di atas media, mengaku sebagai orang yang beradab dan bermoral, tetapi fenomena menjawab terbalik, sebuah kekeliruan berpikir kerap kali menjadi kelalaian orang-orang yang berkepala dingin. Bagaimana tidak, mahasiswa yang begitu identik dengan gelar agent of change seolah tidak peduli dengan hal-hal kecil yang memiliki dampak besar di masa yang akan datang. Gambar di atas tulisan ini, menjadi salah satu contoh sederhana yang bisa saya tunjukkan dan tidak bermaksud menyinggung tapi marilah kita sama-sama tersinggung. Bicara perihal adab dan moral sudah semestinya kita luruskan. Bahwa memerhatikan hal-hal yang besar dan mengabaikan hal-hal yang kecil justru adalah kekeliruan dalam berpikir. Mahasiswa yang bermoral tentu mengerti