Skip to main content

Akademik atau organisasi ?

Akademik atau Organisasi ?
Banyak mahasiswa dihadapkan oleh berbagai macam pilihan. Baik itu tentang bagaimana menjalani kuliah sebaik mungkin, lulus dengan nilai sempurna, kuliah secepat mungkin bahkan meraih prestasi yang gemilang. Semua itu menjadi impian setiap mahasiswa dalam menempuh bangku perkuliahan. Namun lagi-lagi, ada-ada saja permasalahan yang sering dihadapi oleh kebanyakan mahasiswa pada umumnya. Apakah lebih cenderung fokus pada akademik dengan masuk kelas duduk memperhatikan dosen menjelaskan, presentase, diskusi, ujian dan kegiatan-kegiatan formal di dalam kelas lainnya. Ataukah, aktif di beberapa organisasi baik organisasi intra maupun ekstra kampus, mengadakan kegiatan organisasi, turun orasi memperingati hari-hari besar, rapat, dan kegiatan-kegiatan organ lainnya ataukah menjalankan keduanya antara aktif pada akademik dan juga organisasi sekaligus. Tentunya ini bukanlah hal yang mudah bagi seorang mahasiswa. Dihadapkan oleh kedilemaan dalam memilih pilihan yang menentukan masa depan mahasiswa itu sendiri.
Kehidupan perkuliahan memang tidak semudah yang orang-orang fikirkan pada umumnya. Berangkat kampus dan masuk kelas 1-2 jam, menunggu dosen masuk kelas, nongkrong dikantin lalu pulang kerumah/kost. Ini sebenarnya minset dasar oleh seorang mahasiswa bahwa kuliah bukan hanya sekadar masuk kelas lalu nongrong dikantin setelah itu pulang, tapi bagaimana kita mampu menciptakan sensasi sebagai mahasiswa yang sebenar-benarnya mahasiwa. Tidak sekadar menjadi mahasiswa Kupu-kupu (Kuliah pulang kuliah pulang) atau mahasiswa Kura-kura (Kuliah rapat kuliah rapat) tapi bagaiman kita bisa mengatur semua aktifitas perkuliahan senyaman dan sebaik mungkin. Sebab jika kita telah dibuat nyaman oleh situasi atau lingkungan tertentu maka dengan sendirinya kita akan menikmati kenyamanan tersebut.
Ada banyak sekali hal-hal yang bisa kita jumpai didunia kampus dan tentunya kita bisa mencari lebih banyak pengalaman disana. Meraih IPK tertiggi, menjadi ketua organ, menjadi asisten dosen, menjadi panitia MOMB, dan masih banyak pengalaman-pengalaman menarik yang bisa kita jumpai.
Nah, kembali ke permasalahan mahasiswa yang sudah kita bahas sebelumnya, bahwa seperti apa sensasi sebagai seorang mahasiswa yang sebenar-benarnya mahasiswa ? jawaban dari pertanyan itu sebenarnya ada dalam diri kita masing-masing bahwa sebagai seorang mahasiswa apa yang perlu kita lakukan untuk merasakan sensasi sebagai seorang mahasiswa yang sebenar-benarnya mahasiswa. Setiap orang punya prinsip hidup dan target hidup yang ingin dicapai, yang perlu kita (mahasiswa) lakukan adalah fokus pada prinsip dan tujuan hidup tersebut. Karena sejatinya semuanya akan terasa mudah jika kita fokus pada hal yang ingin kita gapai, ya walaupun rintangan dan risiko itu tetap ada, namun jika kita benar-benar niat dan serius, rintangan itu pasti bisa dilewati.
Awal kita menginjakan kaki dikampus, kita sudah dihadapkan oleh banyak sekali pilihan. Namun jangan cemas, lagi-lagi kita hanya perlu fokus pada pilihan yang akan kita pilih. Banyak hal-hal positif yang bisa kita dapatkan dari lingkungan formal akademik maupun lingkungan organisasi. Adalah hebat jika kita meraih nilai tertinggi dengn IPK yang memuaskan namun kita juga aktif didalam organisasi. Tujuannya adalah ke pribadi kita sendiri, buat apa kita lulus dengan nilai sempurna, waktu yang terbilang sebentar, dan prestasi yang gemilang, namun pada akhirnya kita tidak mampu mempertanggungjawabkan apa yang telah kita capai tersebut. Relasi pertemanan kita sangat terbatas, komunikasi kita dengan orang banyak terbatas, dan softskill yang kita miliki pun terbatas. Disitulah organisasi berperan penting untuk menjawab segala keterbatasan yang ada. Organisasi bukan hanya melatih leadership kita, tetapi juga memperluas jaringan atau koneksi kita dengan orang banyak. Sehingganya setelah kita lulus nanti kita tidak perlu bingung mau kemana selama kita punya jaringan atau kenalan dalam organisasi, otomatis kita mudah untuk memilih tempat yang akan kita tuju setelahnya. Masih banyak kegunaan-kegunaan dari sebuah organisasi yang tentunya kita sendiri yang akan merasakan keuntungan itu.
Nah kalau tadi kita bahas organisasi, sekarang kita bahas yang sebaliknya. Bagaimana jika kita aktif dalam organisasi, melaksanakan kegiatan-kegiatan besar, dan terpilih sebagai ketua organ namun nilai atau IPK kita anjlok atau tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan ? ini tentunya akan menjadi penghambat kita bahwa ijaza dengan nilai yang sempurna cukup penting sebagai penunjang ketika kita akan melamar sebuah pekerjaan. Selain nilai sempurna, intelektual akademik yang menunjang sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan diri dalam membangun komunikasi kita dengan masyarakat.
Itulah sedikit gambaran terkait dunia perkuliahan yang selama ini meresahkan minset mahasiswa. Sebagai seorang mahasiswa kita harus punya prinsip dan harus komitmen dengan prinsip yang kita bangun agar apa yang kita targetkan selama kuliah bisa tercapai. Nilai yang sempurna, gelar cumlaude, banyak relasi diluar, prestasi yang gemilang, kepercayaan diri yang tinggi, dan softskill yang luar biasa, semua itu bisa kita miliki jika kita fokus dan serius untuk mencapainya. Semoga bermanfaat.

Wassalam, Arsa Danialsa

Comments

Popular posts from this blog

Esensi Merunduk Sebuah fakta baru kembali menggetarkan nalar para pemerhati pengetahuan khususnya di bidang literasi. Hal mana berdasarkan data yang dikeluarkan oleh World Bank dalam dokumentasi publikasi Indonesia Economic Quarterly , Juni 2018 menyatakan bahwa 55 persen masyarakat Indonesia mengalami buta huruf fungsional, tidak terkecuali para mahasiswa. Fenomena yang banyak kita temukan di lingkungan universitas bahwa tidak sedikit mahasiswa yang memiliki kebiasaan copy paste, sehingga kebiasaan plagiarisme tidak dapat dihindarkan. Berkenaan dengan fakta di atas, sebuah kebiasaan unik yang sudah menjadi kultur di lingkungan mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo dan mungkin juga di kampus-kampus besar lainnya, yaitu perintah "MERUNDUK" oleh senior kepada mahasiswa baru. Sebuah perintah yang hukumnya fardu ain untuk dilaksanakan. Beberapa senior mengklaim bahwa itu sudah menjadi kebiasaan di masa orientasi mahasiswa, ada juga yang berpendapat bahwa perintah
  Love Language ala NLP Arsa Danialsa Istilah love language pasti tidak asing lagi di telinga kita semua. Yap, sebuah konsep yang dikenalkan oleh Dr. Gary Chapman pada tahun 90an ini, meskipun telah berlalu lebih dari 20 tahun, faktanya konsep ini masih relevan dengan kondisi sekarang. Belum lagi saat ini istilah love language sedang trend di kalangan anak muda.  Words of affirmation, quality time, receiving gifts, acts of service, and physical touch.  Lima bahasa cinta yang mulai bertebaran di banyak media sosial pun ruang-ruang obrolan anak muda. Lalu apa menariknya konsep ini? Yuk kita bahas singkat: Pertama , orang yang love language -nya word of affirmation adalah mereka yang senang dengan apresiasi dalam bentuk kata-kata seperti pujian atau bahkan hal receh seperti gombalan. Kedua , mereka dengan  love language quality time , adalah orang-orang yang berorientasi pada kualitas waktu yang dihabiskan bersama. Saat sedang bersama, mereka paling anti dengan distraksi apa pun itu t
S(U)AMPAH MAHASISWA "Mereka tidak punya kesadaran tapi seolah-olah sadar," Samsi Pomalingo. Sebuah tanda ketidakharmonisan antara kata-kata dan perilaku. Di lain situasi mereka yang sering tampil di permukaan podium atau bahkan bermain kata di atas media, mengaku sebagai orang yang beradab dan bermoral, tetapi fenomena menjawab terbalik, sebuah kekeliruan berpikir kerap kali menjadi kelalaian orang-orang yang berkepala dingin. Bagaimana tidak, mahasiswa yang begitu identik dengan gelar agent of change seolah tidak peduli dengan hal-hal kecil yang memiliki dampak besar di masa yang akan datang. Gambar di atas tulisan ini, menjadi salah satu contoh sederhana yang bisa saya tunjukkan dan tidak bermaksud menyinggung tapi marilah kita sama-sama tersinggung. Bicara perihal adab dan moral sudah semestinya kita luruskan. Bahwa memerhatikan hal-hal yang besar dan mengabaikan hal-hal yang kecil justru adalah kekeliruan dalam berpikir. Mahasiswa yang bermoral tentu mengerti